Fa

   Oleh, Biru

Kami berdua bersama-sama terpaku pada satu hal yang seringkali menjadi peran utama menuju titik kebingungan. Entah perihal apa saja, tetapi Fa selalu tertawa menanggapinya.

“Coba liat aja kaya aneh aja gitu orang yang punya hal semacam itu,”

“Sumpah aneh banget deh bii!”

Aku mendengarkannya dengan seksama, ketika ia berulang kali menceritakan seorang yang pernah ia anggap teman. Banyak hal yang membuat ia geram, sampai-sampai kulihat ketika ia menjelaskan beberapa perkara tentang hal itu ia selalu menjelaskannya dengan penuh kekesalan yang tadinya terpendam.

“Aku sampe gatau lagi mau ngomong apa, kalau kamu tau pasti ikutan sebel,” ujarnya berseru.

Aku yang sendari tadi masih khidmat mengangguk ceritanya dengan senang hati, kini beralih menyendokkan es krim kearah mulutnya.

“Enak kan? Ini kesukaan kamu,” kataku.

“Yang ini juga kesukaan aku,” balasnya, seraya menujukkan jarinya kearahku.

Menanggapi hal seperti itu yang kerap terjadi secara tiba-tiba membuatku jadi salah tingkah, dan cara terbaik menutupi itu semua adalah dengan memukul pahanya selama beberapa kali. dan ya aku tau, ia hanya berpura-pura merintih kesakitan untuk sekadar membuatku iba.

“Fa?”

“Apa sayang?”

“Oh gitu sekarang? manggilnya Fa bukan sayang lagi?” ujarnya berseru, mencoba untuk protes.

Kata andalan ketika aku sedang sebal atau sekadar menggodanya ia selalu mengatakan “oh gitu oke” aku tau itu terkesan sepele tapi jujur itu justru membuatku semakin kesal tetapi justru tertawa melihat reaksinya yang cukup menggelitik perut untukku.

“Tapi, Fa kan bagian dari namamu? Kenapa kamu marah?” balasku.

“Iya Nur, suka-suka kamu!”

Aku tertawa, melihatnya yang mulai sebal dengan perkataanku.

“Kamu tau enggak, kalau ada apa-apa jangan pernah ngerasa sendiri ya,” kataku.

“Terus? Emang mau ditemenin siapa pak rt/bu rt?” tanyanya.

“Bukan itu maksdunya, ini lebih serius lagi.”

“Oh oke, serius-serius.”

Aku mulai memberanikan diri menatap kedua manik matanya, dan hal ini cukup sulit untuk menahan tawa. Karena Fa, selalu membawaku tertawa dalam perkataannya dan tingkah lakunya. Tetapi, ia seringkali lupa untuk menyadari sesuatu yang membuatku cukup sulit untuk menjangkaunya. Aku takut semakin menyelam lebih dalam membuatnya semakin terluka, tetapi aku akan mencoba meyakinkan bahwa ia tidak akan pernah merasa sendiri.

“Nur, Am I good enough to be loved?”

“You’re always enough Fa.”

“Are you sure?”

“Yes, I am.”

“Why?”

“Because I do.”

____

Selamat ulang tahun Fa, selamat hari Fa sedunia. Semoga lekas membaik perihal apa saja.

Tamat

Comments

Popular Posts