Terangku Gelapmu, Muram Kita

Oleh Biru

Note : cerita yang tertulis hanya sebuah karangan fiksi semata, dan tidak ada kaitannya dengan hal apapun. Read and listen Joji - Glimpse of Us  [If you want]

“Je?”

“Iya?”

Kulihat Gema tersenyum, ia terlihat seperti biasanya. Tak ada yang berubah setelah beberapa bulan kita disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Gema dengan sekolahnya yang sebentar lagi usai dan aku dengan pekerjaanku.

“Gimana cape enggak hari ini?” tanya Gema.

Aku menggeleng dan bertanya balik.

Dari situ Gema mulai menyeritakan banyak hal. Dari mulai kegiatan sekolah yang memadatkan, persiapan ujian sekolah, mempersiapkan tes perguruan tinggi dan masih banyak hal yang lainnya. Aku suka ketika melihat mimik wajahnya menceritakan apa saja, keluarganya yang selalu mengerti tentang Gema. Perhatian yang tersedia selalu ada pada Gema berbeda dengan ku yang bisa dibilang berbanding terbalik dengan itu semua namun berkat Gema datang hal itu menjadi teratasi. Gema memegang kendali atas semuanya, dan aku tak keberatan dengan hal itu.

“Kamu ada yang diceritain enggak?” ia bertanya kembali.

Aku tak mengatakan apa-apa, hanya saja tanganku bergerak membuka topi biru yang kukenakan. Terlihat gurat wajah Gema tak bisa mengungkapkan beberapa kata yang kiranya ada dalam benaknya.

“Kamu beneran potong rambut, demi apa Jeje?”

“Hah demi tuhan cakep banget.”

“Kan aku bilang apa, kamu tuh makin cantik tau kalau rambutnya pendek gini.”

Aku hanya tersenyum dan berkata “Tapi enggak pede tau, muka aku jadi lebih bulet.”

“Dan ini kali pertama aku ngeberaniin diri buat potong rambut,” sambung Jeje.

“No baby, you're still pretty even though with long hair or short hair.”

Gema melayangkan kecupan singkat.

“Udah ah, kita kan mau belajar ayo cepetan buka buku,” kataku.

Gema kembali duduk manis, dan meraih tas ransel yang tak jauh dari jangkauannya kemudian mengeluarkan beberapa buku catatan dan alat tulis yang sekiranya diperlukan.

“Buka baju juga gak nih?” seru Gema.

Aku hanya menatap tajam ke arah Gema, terlihat ia hanya cengegesan.  

Pukul 4 sore kita mulai berkutat dengan buku masing-masing, tak banyak percakapan yang ada hanya saja terlihat pemuda yang berumur empat tahun lebih muda dengan aku berkali-kali menguap. Mungkin ia terlihat suntuk dengan beberapa tumpukkan soal kimia.

“By mending cuci muka dulu sana,” ujarku.

Gema yang hendak berdiri dengan ponsel ditangannya, melayangkan sebuah kecupan terlebih dulu kemudian disusul dengan ia melempar ponselnya ke arahku dan berjalan malas kearah kamar mandi.

Ketukan dua kali kuarahkan pada ponsel milik Gema yang ada dalam genggamanku, terlihat foto kita berdua tengah terduduk dibawah pohon beringin.

Aku sangat menyarankan agar Gema menyimpan kembali senyum yang ia gambarkan pada saat itu, tetapi dunia juga hendaknya tahu bahwa Gema lahir dengan banyak hal sempurna dimilikinya dan tentunya dengan banyak kebahagian yang mengiringi.

Sebuah notifikasi dari instagram muncul, aku masih ragu untuk mengetahui lebih jauh dan disana tertera.

“Baik kok Ma. Tapi, maaf untuk soal itu kayaknya mulai sekarang cukup kamu simpen aja sendiri. Karena aku gaperlu lagi buat tau soal itu semua dan aku mohon dengan baik-baik buat kamu berhenti chat kaya gitu karena aku udah ngerasa ga nyaman.”

Dan dari sana aku mengerti mengapa Gema berkali-kali menyuruhku untuk memotong rambut.

Tamat

Comments

Popular Posts