Telah Disebutnya Nyaman

Oleh Biru

“Mbak ini puisi dari siapa?” tanya Ami.

Yang ditanya masih sibuk menata beberapa tumpukan buku, tadinya Semi mau membiarkan buku itu bertumpukkan dilantai namun beberapa hari yang lalu seorang kurir mengirim sebuah rak yang cukup besar.

Dan ternyata itu kiriman dari Kala, tapi yang dipertanyakan Semi disini ia tidak meminta perihal itu.

“Terima ini ya Mi, aku mau nanti kembali ke Surabaya semua kembali rapi.”

“Lebih enak dipandang ketika kita bercinta berdua.”

Semi merona ketika membaca ulang kalimat terakhir dari kekasihnya, perasaan itu masih terasa menggelitik dalam tubuh sama seperti ketika Kala pertama kali menyentuh jari jemarinya.

“Itu dari Kala,” jawab Semi.

“Sejak kapan kekasihmu pandai menulis puisi?” Ami kembali melontarkan pertanyaan.

“Dia memang penulis Ami.”

Ami hanya mengangguk pelan dan beralih pada sebuah lukisan kecil yang tertempel tempat pada samping puisi buatan Kala.

“Lantas ini lukisan siapa?” tanya Ami.

“Orang yang sama.”

“Tapi bukannya kalian sudah memutuskan hubungan? Beberapa minggu kemarin kamu datang kerumahku menceritakan tentang Kala,” terang Ami.

“Iya benar tapi kami memutuskan untuk berhubungan kembali,” jelas Semi.

“Astaga Emi, kenapa mau?”

“Kenapa kamu mau?”

“Iya karena saya masih suka, perasaan itu masih ada meski Kala bukan berada ditempat yang sama.”

Ami mengalihkan pandangannya dan beralih berjalan mendekati Semi, masih banyak pertanyaan yang hendak ia lontarkan namun sebisa mungkin Ami harus menahannya untuk tidak marah atau menutut Mbaknya yang satu ini mengerti apa yang dirasakan.

“Memang hanya yang dekat boleh melakukan hubungan?”

“Yang jauh juga mau merasakan yang sama Ami, toh kita juga pernah bertemu waktu sebelum perpisahan itu datang.”

Ami masih diam, tangan kanannya meletakkan kembali sebuah album foto yang bertuliskan Kala dan Semi, beberapa momen mereka berdua tersimpan rapi di dalamnya.

“Tapi Mbak yakin sama dia?”

“Lantas kalau yakin, aku akan menanyakan satu hal kembali.”

“Bagian punggung Mbak memar dan kaki Mbak juga merah-merah apa itu termasuk perbuatan Mas Kala?”

Yang ditanya diam, Semi dan Ami saling pandang dari sudut ruangan. Selang beberapa detik kemudian hanya ada tangisan Semi.

Tamat



Comments

Popular Posts