Today, Should We Be Happy?

 


Note : Read and listen Alexandra Reality Club for more sensation [If you want] 

“Realistis aja sih tapi bener yang lo maksud.”

Tangan Endra beberapa kali bergerak, membuang abu rokok sembarangan membuat orang yang dihadapanya seringkali mengerutkan dahi. Memasang wajah masam tapi, bagi Renu itu hal yang biasa dan membuat ia terbiasa namun tetap saja seringkali membuat ia untuk tak henti-hentinya memberi tatapan menilik.

“Yang nyata belum tentu bener, apalagi yang jauh kaya virtual gini,” sambung Endra.

“Ga semua kaya gitu kali Ndra,” sanggah Renu.

"I know everyone said same things like you, and if we think again kadang yang ada di dekat kamu bakalan ngasih suasana yang beda," sambung Endra.

Sebenarnya Renu sudah muak mendengar beberapa kalimat yang Endra paparkan dan bahkan sebelum Endra paparkan ribuan orang juga menjelaskan yang sama enggak ada yang bisa kita harapkan lebih dari seorang manusia, dan Tuhan pun juga menjelaskan agar tidak menaruh harapan lebih.

Renu masih diam, sesekali menatap mie kuah yang sudah mendingin.

“Terus keputusan lo apa?” tanya Endra, kepulan asap itu keluar seiring bibirnya mengeluarkan beberapa patah kalimat.

“Gatau cape kalo ngomongin itu,” balas Renu.

“Yaudah sama orang yang ada di dekat lo kan bisa,” seru Endra.

Renu yang tengah sibuk kembali menguyah sepotong telur dengan balutan mie terdiam, kepalanya mendongak menatap manik mata Endra. Yang ditatap malah sibuk menata surai hitam miliknya.

“Siapa?” tanya Renu.

“Lo ngak liat gua? Apa pura-pura gatau?” sahut Endra kemudian beranjak dari tempat duduknya.

Selanjutnya semua saling diam, Renu bingung hendak mengontrol dirinya seperti apa. Meski sudah bertahun-tahun bersama ia agak sedikit merasa aneh dan kikuk ketika Endra membicarakan hal yang lebih serius dari hubungan seorang pertemanan.

“Hmm terus emang yang lo beneran serius?” ujar Renu buka suara.

Mata Endra memicing ketika Renu dengan beraninya kembali menarik dirinya dalam pembicaraan yang bisa jadi membuat mereka canggung kedepannya jika salah satu dari mereka kurang menerima perihal yang ada.

Yang ditanya malah diam, dan membuang muka. Sibuk dengan sebatang rokok yang sudah hampir habis. Sedangkan Renu kembali mengaduk mie yang mulai mendingin.

“Can we kiss?” kata Endra.

“Wha-”

Without decision, they do.

Endra membawa Renu jauh ke dalam sana, membuat perut masing-masing tergelitik ketika bibir itu dibawanya menyatu tanpa memburu tanpa ada paksaan.

Tamat

Comments

Popular Posts