Today, Should We Be Happy?
“Realistis
aja sih tapi bener yang lo maksud.”
Tangan
Endra beberapa kali bergerak, membuang abu rokok sembarangan membuat orang yang
dihadapanya seringkali mengerutkan dahi. Memasang wajah masam tapi, bagi Renu
itu hal yang biasa dan membuat ia terbiasa namun tetap saja seringkali membuat
ia untuk tak henti-hentinya memberi tatapan menilik.
“Yang
nyata belum tentu bener, apalagi yang jauh kaya virtual gini,” sambung Endra.
“Ga
semua kaya gitu kali Ndra,” sanggah Renu.
"I know everyone said same things like you, and if we think again kadang yang ada di dekat kamu bakalan ngasih suasana yang beda," sambung Endra.
Sebenarnya
Renu sudah muak mendengar beberapa kalimat yang Endra paparkan dan bahkan
sebelum Endra paparkan ribuan orang juga menjelaskan yang sama enggak ada yang
bisa kita harapkan lebih dari seorang manusia, dan Tuhan pun juga menjelaskan
agar tidak menaruh harapan lebih.
Renu
masih diam, sesekali menatap mie kuah yang sudah mendingin.
“Terus
keputusan lo apa?” tanya Endra, kepulan asap itu keluar seiring bibirnya
mengeluarkan beberapa patah kalimat.
“Gatau
cape kalo ngomongin itu,” balas Renu.
“Yaudah
sama orang yang ada di dekat lo kan bisa,” seru Endra.
Renu
yang tengah sibuk kembali menguyah sepotong telur dengan balutan mie terdiam, kepalanya
mendongak menatap manik mata Endra. Yang ditatap malah sibuk menata surai hitam
miliknya.
“Siapa?”
tanya Renu.
“Lo ngak
liat gua? Apa pura-pura gatau?” sahut Endra kemudian beranjak dari tempat
duduknya.
Selanjutnya
semua saling diam, Renu bingung hendak mengontrol dirinya seperti apa. Meski
sudah bertahun-tahun bersama ia agak sedikit merasa aneh dan kikuk ketika Endra
membicarakan hal yang lebih serius dari hubungan seorang pertemanan.
“Hmm
terus emang yang lo beneran serius?” ujar Renu buka suara.
Mata
Endra memicing ketika Renu dengan beraninya kembali menarik dirinya dalam
pembicaraan yang bisa jadi membuat mereka canggung kedepannya jika salah satu
dari mereka kurang menerima perihal yang ada.
Yang
ditanya malah diam, dan membuang muka. Sibuk dengan sebatang rokok yang sudah
hampir habis. Sedangkan Renu kembali mengaduk mie yang mulai mendingin.
“Can we kiss?” kata Endra.
“Wha-”
Without decision, they do.
Endra
membawa Renu jauh ke dalam sana, membuat perut masing-masing tergelitik ketika
bibir itu dibawanya menyatu tanpa memburu tanpa ada paksaan.
Tamat
Comments
Post a Comment