Fera dan Desember

 


Fera berdiri diujung kedai, sesekali ekor matanya bergerak kesana kemari mengikuti arah pergerakan manusia yang berlalu lalang. Bibirnya tak berhenti memaki ribuan hal kepada Dana, sudah lebih dari lima belas menit yang ditunggu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Sepersekian detik, lamunan Fera dibuyarkan oleh suara nyaring Dana.

Sayang sorry nungguin lama ya.

Yang sendari tadi dinanti akhirnya datang dihadapan Fera. Sang Empu hanya memutar bola matanyanya pelan, lalu memilih jalan lebih dulu. Ia jengah karena menunggu Dana yang tak kunjung datang, bahkan satu pesan saja tak ada yang masuk.

Marah ya?” tanya Dana yang mencoba mengikuti langkah kecil milik Fera, meski gadis itu memiliki tubuh mungil namun Fera terlalu cekatan dalam beberapa hal dan termasuk dalam berjalan.

Fera menggeleng, ia berjalan dengan tangan kanan memegang ponsel dan tangan kiri yang sibuk merogoh saku celananya. Earphone berwarna peach sudah ada dalam genggamannya.

Dana diam namun memperhatikan semua gerak-gerik Fera, ia menggulum senyum tipis ketika mata sipit Fera bertemu dengan layar ponsel yang meredup. Fera sibuk mencari beberapa deret musik seraya memasukkan plug earphone pada telinganya. Sedangkan Dana memilih diam, dari pada berbicara membuat ia salah dimata Fera.

Menunggu kemarahannya reda, begitu singkatnya.

Malam ini natal, membuat jalanan sedikit ramai. Dana menarik pinggang mungil milik Fera, dengan maksud menghindarkan ia dari beberapa pejalan kaki yang sendari tadi menabrak otot lengannya. Fera hanya diam, menuruti pergerakan Dana.

Ketika jalanan sudah sedikit lenggang, Dana melepaskan tangannya pelan.

Fera masih diam seribu bahasa ia memilih berguman dengan nyanyian dibalik earphone peach miliknya.

Bibir mungilnya berguman.

But darling,

just kiss me slow,

your heart is all I ow- (ed sheeran perfect)

Ini benar-benar sangat tiba-tiba, pikir Fera.

Dana melakukan kesalahan, marahnya masih juga belum mereda namun Dana dengan beraninya mendaratkan ciuman dibibir siapa lagi kalau bukan Fera. Dana memberi sedikit jeda, lalu kembali mengecup bibir Fera lembut.

Fera tak menampik semua ribuan hal manis yang disugguhkannya saat ini, ia lebih memilih mengikuti alur Dana. Kembali bibir mereka saling bertautan dengan manis. Seketika, amarah Fera tadi memudar digantikannya dengan pipi yang mulai dipenuhi rona sebagai dari efek debaran jantung.

Tamat


Comments

Popular Posts