Bagaimana Jika?

 


“Memang harusnya bagaimana?” ujar Gara, tangan kanannya tak hanya tinggal diam ia menyingkap surai hitam milik Sera.

“Gatau Sera sendiri bingung menurut kamu enaknya gimana?” tanya Sera balik.

Yang diberi pertanyaan masih bingung dengan sendirinya, entah memikirkan solusi yang dibicarakan Sera atau memikirkan mengapa kekasihnya yang satu ini begitu lucu ketika mencoba menjelaskan beberapa hal yang ia bingungkan, atau menerangkan yang Gara tidak mengerti. Sesekali gadis yang ada dihadapannya mengerjap dan menunggu Gara memberikan jawaban atas pertanyaanya tadi.

“Kayaknya kaya gini udah bikin kamu lebih baik,” ujar Gara.

“Maksud-“

Belum tuntas Sera mengatakan hal yang semestinya, Gara membungkam semua hal itu terlebih dulu. Semua perasaan amarah, letih dengan beberapa kerjaan yang perlahan mengalir bertambah dengan seiringnya waktu Sera merasakan tanggung jawab yang sekiranya ia tanggung cukup besar. Dan saat ini Gara membawa semua rancauan itu pergi, dengan tautan bibir yang membawa mereka jauh bermain di dalam sana. Mencoba melupakan masing-masing perihal segala hal yang membuat kebisingan tak kunjung mereda.

Gara menyudahi terlebih dulu, Sera tersenyum simpul dan kembali memberikan sebuah kecupan singkat pada pipi Gara.

“Aku kemarin nemu ini,” seru Sera kemudian mengeluarkan sebuah lembar amplop berwarna putih dengan beberapa dan melihat hal itu Gara tidak berhenti menertawakan dirinya dimasa lalu.

“Kok kamu masih ada sih,” balas Gara yang tengah menahan tawanya, namun berkali-kali pertahanannya meruntuh ketika Sera hendak memulai membaca pada bait pertama.

“Masih dong, hal kaya gini enggak bisa Sera lupain,” Kata Sera.

“Ini yang bisa ngebuat kita jadi deket sampe sekarang,” sambungnya

Gara menyerngitkan dahi ketika gadis yang ada dihadapannya terlihat kembali murung, ada fase dimana soal Sera mudah untuk dimengerti namun ada juga fase dimana ia sulit untuk dimengerti namun perlahan tapi pasti Gara mencoba untuk mensejajari semua hal, entah satu atau dua setidaknya terpenuhi.

“Kenapa kita harus pisah padahal baru aja ketemu.”

“Kenapa kamu harus ada di Jakarta sedangkan saya di Surabaya.”

“Kenapa Ldr, itu sulit.”

Gara mengusap lembut punggung tangan milik Sera, selang beberapa detik ia melayangkan sebuah kecupan singkat diatasnya.

“Kenapa sulit? Buktinya kita sejauh ini bisa, dan ketemu sekarang.”

“Iya sih Sera tau tapi aduh bingung Sera harus menjelaskan seperti apa, kenapa harus Jakarta dan Surabaya. Kenapa enggak salah satu aja,” ucap Sera.

Yang mendengarkan hanya tersenyum menatap manik mata Sera yang sudah berkaca-kaca, sesekali Gara memberikan usapan pada punggung tangan Sera. Mencoba menenangkan sebelum perpisahan datang kembali.

“Memang kalau sama-sama jauh enggak boleh ngerasain hal yang sama kaya semua orang?” tanya Gara.

“Bukan begitu tapi kebanyakan dari mereka memilih untuk menyudahi,” jawab Sera.

“Iya itu buat sebagian yang tidak bisa untuk diberi kepercayaan dan sepertinya yang diberi kepercayaan juga menyalahgunakan kekuasaan yang enggak seharusnya. Tapi, saya percaya ke kamu dan kamu udah percaya belum sama saya? Kalau kita sudah bisa ngejalanin ini tanpa harus sama-sama saling dekat.”

“Iya sudah.”

“Lalu Sera maunya apa?”

“Mau Kak Gara.” 


Tamat



Comments

Popular Posts