Mara dan Aksa

 


Kali ini tak ada yang berbeda dari biasanya, Mara tetap berangkat ke sekolah. Bergelut dengan pelajaran yang tak jauh-jauh dari kata menghitung, jika hal itu berkaitan dengan uang mungkin ia akan mengiyakan semuanya dalam artian senang dalam mempelajari tiap langkahnya. Tapi, kali ini tidak pria bertubuh mungil yang kurang lebih seperti Mara menjelaskan beberapa kata yang sulit untuk Mara cerna. Lantas mengapa gadis itu tetap melanjutkan untuk memilih masuk jurusan IPA? Jika ditanya hanya satu jawaban bagi Mara, ia menyukai biologi lebih dari apapun. Itu pelajaran yang cukup menyenangkan, meski ia tidak sejago Ramdan. Anak lelaki berkaca mata yang seringkali mewakili olimpiade biologi kemanapun, dan menyabet beberapa piala yang terpampang pada lemari kaca ruang guru.

“Saya rasa cukup sekian untuk materi kali ini.”

“Jangan lupa untuk minggu depan, kita adakan pretest nanti saya akan bagi jadi dua bagian persesi persiapkan diri kalian.”

“Selamat beristirahat.”

Pak Zami melangkahkan kakinya keluar kelas, semua siswa menghela napas dan kembali mengaduh. Ada yang sibuk dengan ponsel dan ada yang berjalan keluar mencari udara segar karena fisika membuat semua siswa merasakan bagian yang tidak menyenangkan kecuali kau menyukainya. Mara melangkah keluar, berharap ia melihat seseorang yang telah ia cari selama beberapa jam yang lalu. Biasanya tanpa Mara menengok lebih jauh ia langsung hafal mengenai kedatangan lelaki yang ia tunggu-tunggu itu.

Oh itu dia, kali ini ia tetap sama mengenakan hoodie yang sama berwarna ebony membuat wajahnya terpancar cerah seperti biasa hal ini membuat Mara menggulum senyum simpul.

“Hai Mar,” sapanya.

“H-hai,” Mara menjawabnya dengan gerakan sedikit kikuk.

Hanya sepatah kata namun hal ini berhasil membuat hati Mara menjerit untuk kesekian kalinya, namun hal itu tak berlangsung lama ketika gadis yang lebih tinggi darinya datang menyusul Gama yang tengah berjalan mendahuluinya.

“Ma sorry ya kemarin udah tidur duluan, ntar malem lanjut lagi ya ngobrolnya gapapa kan?” sahut Lani yang membuat langkah kaki Gama terhenti.

Gama mendengar kemudian mengangguk, mengiyakan perkataan gadis yang ada dihadapannya.

“Oke lain kali jangan keseringan begadang,” ujar Gama kemudian meninggalkan sebuah sentuhan lembut pada rambut Lani. Membuat lesung pipinya terlihat kembali untuk kesekian kalinya.

Mara masih menyukai Gama sama seperti ketika pria itu pertama kali menawarkan segelas aqua ketika ia kelelahan berlari mengelilingi lapangan akibat hukuman dari Pak Darmo, Mara tak mengharuskan untuk melupakannya ia hanya perlu mengingat bahwa entah berapa lama perannya bukan sebagai tokoh pendamping dalam hidup Gama.

I can’t just sit by and do nothing

I should go now, before the others come back broken

Tamat


Comments

Popular Posts